Pinterest

Rabu, 02 Mei 2018

So, How?

Apa yang terjadi, bila kalian berada dalam situasi yang 'tidak' biasanya? Mungkin bagi sebagian orang, ini adalah pengalaman pertama. Namun tidak juga bagi yang lain. Percobaan pertama, kedua, ketiga, bahkan mungkin lebih dari itu. Ada, bahkan tiap haripun telah kujumpai sendiri mereka. Menggali segala ilmu yang ada, bertanggung jawab atas impian masing masing. Kecewa di masa lalu boleh mereka rasakan, namun tak ada yang melarang untuk kembali berusaha mencoba peruntungan kembali kali ini. Sisanya? biar urusan yang diatas, begitu kata mereka.

Gelisah? Kenapa harus? Aku yakin, and for sure, setiap orang telah hidup dalam rentang waktu mereka masing masing. Ada yang sekali tembak, langsung tepat sasaran. Ada yang berkali kali mencoba hingga berkeringat, namun tetap saja, tidak mengenai sasaran. Banyak faktor yang tidak disadari pun hadir, misalnya, mungkin cuaca saat itu berangin? atau berawan hingga si pembidik pun kehilangan fokusnya untuk sesaat, atau usia alat panahan yang sudah tua? atau kondisi tubuh yang kurang sehat? Kalau sudah begini, siapa yang patut disalahkan? Padahal, persiapan secara matang pun telah dilakukan. Survey lapangan, latihan rutin sebelumnya, atau sekedar memantau ramalan cuaca di televisi.

Tidak usah dipertanyakan, ini sudah kuasa yang diatas. Mempertanyakannya sama halnya dengan meragukan-Nya. Atas dasar apa kita menanyakannya? Bukankah lebih baik kita mengusahakan apa yang sesungguhnya dapat diusahakan secara nyata? Kebesaran hati dan kejernihan pikiran pun sangat dibutuhkan disini. But, How?

Pikiran ibarat kendali jiwa kita. Pikiran jernih, maka jiwa pun bersih, dan sebaliknya. Jiwa yang bersih akan memberikan kesehatan dan kebahagiaan bagi diri sendiri. Namun, disinilah kesulitannya. Kita sangat familiar dengan pendidikan formal, namun tidak halnya dengan pendidikan yang berkaitan dengan hal hal manajemen emosi dan pikiran, dimana tentunya hanya didapatkan dari guru terhebat kita, yaitu pengalaman.

Sejujurnya, sering dikecewakan itu penting. Kecewa karena harapan tidak sesuai realita, kecewa karena sahabat, kecewa karena kekasih, dsb. Karena dengan hadirnya kekecewaan itu sendiri, otomatis akan muncul kesedihan. Bila kesedihan ini sudah muncul, maka adanya kebahagiaan akan terasa indah, kebahagiaan akan dapat selalu disyukuri, kebahagiaan akan menjadi sangat bernilai harganya, dan tentunya kekuatan kebahagiaan itu sendiri dapat digunakan untuk menebar kasih kepada sesama. Indah bukan?

Kekecewaan bukanlah penghambat. Justru, kekecewaan bila disikapi secara bijak maka akan mendewasakan diri secara otomatis. Setidaknya, lebih berhati hati dalam berucap, dalam bertindak, dan dalam mengontrol emosi diri. At least, hadirnya kekecewaan seharusnya disyukuri. Karena telah membuka sisi kehidupan yang lain dan juga membuka cara pandang yang baru.

Kekecewaan tak perlu lagi dihubungkan dengan kesedihan. Karena sebenarnya, kekecewaan adalah langkah awal untuk mendewasakan diri dan mencintai diri sendiri, demi kemajuan diri sendiri.


Jangan lupa bahagia! Love yourself ;)