Pinterest

Selasa, 09 Juli 2019

Kuliah Sambil Kerja, Sisi Lain Bagi Millenials

    "Kuliah sambil kerja???"
     "HAH apaan sih???"
     "Terus main nya kapan???
     "Kekurangan jam tidur dong??? TEKKIM LHO"
     "Hidupmu serius amat???"

     Ya, kurang lebih nya pertanyaan semacam itu yang disampaikan temen-temen di kampus, atau juga temen temen SMA terdekat lainnya. Memang, harus diakui bahwa tentunya bukan keputusan yang mudah untuk mengambil langkah ini. Yang seperti ini memiliki beberapa pertimbangan, yang pasti nya tak akan jauh jauh dari faktor biaya. Apalagi kuliah teknik, pasti mahasiswa yang bersangkutan tidak akan jauh jauh dari yang namanya fotocopy. Selain itu dengan jam kuliah yang dari pagi hingga sore-konsumsi makanan pasti berbanding lurus dengan banyak nya jam kuliah. Kemudian dengan adanya beberapa project dari dosen yang mengharuskan mahasiswanya kerja kelompok, mondar mandir belanja bahan, yang pasti berpengaruh juga ke budget bensin kendaraan. Atau faktor faktor lainnya, misal wifi kampus yang lemot tentunya mau tidak mau beli paket data internet. Dan jangan lupa juga, dengan banyak nya tugas tugas kuliah (apalagi teknik, teknik kimia maksudnya) pasti disisi lain ingin memanjakan diri, quality time, dimanapun itu. Mungkin kalau dijabarkan lebih rinci, nggak akan ada habisnya ya??? Atau ada faktor lain. Misal, adanya dorongan untuk menjajal bagaimana rasanya bersenang senang tanpa harus merepotkan orang tua. Bisa juga ada dorongan untuk merasakan menjadi sosok yang produktif dan berpenghasilan disaat masih belum ada tanggungan ekonomi. Banyak banget pertimbangannya, bergantung tiap tiap individu nya. Tidak ada salahnya, toh memang selalu ada harga yang harus dibayar untuk tujuan yang besar, bukan?
     Memang yang harus dikorbankan antara lain waktu dan tenaga. Apa yang di dapatkan dari kampus atau bahkan organisasi, basically bisa didapatkan dari dunia kerja. Tahun lalu saat masih menginjak semester 1, aku memutuskan untuk menjajal menjadi tutor privat. Kemudian di semester kedua, aku mencoba mengirim lamaran kerja di suatu bimbingan belajar. Dan benar saja, karena berbekal pengalaman berinteraksi dengan anak anak dari menjadi tutor privat, akhirnya pihak bimbel pun menerima ku menjadi mitra nya. Puji syukur juga, murid murid yang aku bina semakin banyak, semakin luas juga tempat aku bisa membagikan ilmu ku. Bergabung dengan sesama tutor membuatku belajar tentang interaksi dengan rekan kerja. Mengajar les melatih kemampuan untuk presentasi dan menyampaikan sesuatu. Saat harus kerja tim, kami pun semakin paham bagaimana karakter tiap individu dan caranya mencari jalan keluar di tengah orang-orang yang berbeda pendapat.
     Bukan berarti hanya mengalami langkah yang mulus selama menjalani peran sebagai mahasiswa dan pekerja. Dalam praktek nya pun lebih banyak jalanan berbatu yang harus dilalui. Seringkali menjumpai jadwal mengajar yang crash dengan jadwal praktikum maupun ujian awal praktikum, kemudian dosen yang memberi jam tambahan kuliah yang mendadak di hari yang sama dengan jadwal mengajar, kemudian orang tua yang meminta anaknya untuk menambah jam les secara mendadak, kemudian banyaknya revisi laporan tertulis yang bertepatan dengan jam mengajar hingga larut malam (tidur 4 jam sehari), atau bahkan ujian kesabaran dari kawan separtner karena pengumpulan laporan praktikum yang crash dengan jam mengajar-yang mau tidak mau pun mengharuskan untuk mengganti di lain hari, Sabtu atau Minggu. Dengan begini saja, bisa dipastikan bahwa tidak akan ada lagi hari yang longgar, bahkan untuk sekedar quality time. Tak jarang pula saat libur perkuliahan, kawan lama sempat berkomentar "Susah banget ya cari hari nya?" hanya sekedar untuk bercengkrama, melepas rindu setelah dipisahkan oleh tanah perantauan.
     Meski, dari apa yang telah dilalui pasti ada manfaatnya. Seandainya saja tidak memutuskan untuk menyambi kerja, maka takkan ada pengalaman se berharga ini. Terutamanya persoalan manajemen waktu. Selama kurang lebih 2 semester dijalani, kuliah sambil kerja menjadi semacam candu. Seperti kurang greget jika di masa muda nggak dihabiskan rasa capeknya. Terutamanya karena adanya rasa suka dan passion, ini semua bisa terwujud. Selintas agak susah mendefinisikannya, mendapat banyak sekali pengalaman yang tidak bisa dinilai dengan uang. Pada kesimpulannya, kuliah sambil bekerja adalah pilihan. Ada risiko yang mengintai, tetapi juga ada banyak keuntungannya. Kalau memang siap dengan semuanya, why not?

Rabu, 02 Mei 2018

So, How?

Apa yang terjadi, bila kalian berada dalam situasi yang 'tidak' biasanya? Mungkin bagi sebagian orang, ini adalah pengalaman pertama. Namun tidak juga bagi yang lain. Percobaan pertama, kedua, ketiga, bahkan mungkin lebih dari itu. Ada, bahkan tiap haripun telah kujumpai sendiri mereka. Menggali segala ilmu yang ada, bertanggung jawab atas impian masing masing. Kecewa di masa lalu boleh mereka rasakan, namun tak ada yang melarang untuk kembali berusaha mencoba peruntungan kembali kali ini. Sisanya? biar urusan yang diatas, begitu kata mereka.

Gelisah? Kenapa harus? Aku yakin, and for sure, setiap orang telah hidup dalam rentang waktu mereka masing masing. Ada yang sekali tembak, langsung tepat sasaran. Ada yang berkali kali mencoba hingga berkeringat, namun tetap saja, tidak mengenai sasaran. Banyak faktor yang tidak disadari pun hadir, misalnya, mungkin cuaca saat itu berangin? atau berawan hingga si pembidik pun kehilangan fokusnya untuk sesaat, atau usia alat panahan yang sudah tua? atau kondisi tubuh yang kurang sehat? Kalau sudah begini, siapa yang patut disalahkan? Padahal, persiapan secara matang pun telah dilakukan. Survey lapangan, latihan rutin sebelumnya, atau sekedar memantau ramalan cuaca di televisi.

Tidak usah dipertanyakan, ini sudah kuasa yang diatas. Mempertanyakannya sama halnya dengan meragukan-Nya. Atas dasar apa kita menanyakannya? Bukankah lebih baik kita mengusahakan apa yang sesungguhnya dapat diusahakan secara nyata? Kebesaran hati dan kejernihan pikiran pun sangat dibutuhkan disini. But, How?

Pikiran ibarat kendali jiwa kita. Pikiran jernih, maka jiwa pun bersih, dan sebaliknya. Jiwa yang bersih akan memberikan kesehatan dan kebahagiaan bagi diri sendiri. Namun, disinilah kesulitannya. Kita sangat familiar dengan pendidikan formal, namun tidak halnya dengan pendidikan yang berkaitan dengan hal hal manajemen emosi dan pikiran, dimana tentunya hanya didapatkan dari guru terhebat kita, yaitu pengalaman.

Sejujurnya, sering dikecewakan itu penting. Kecewa karena harapan tidak sesuai realita, kecewa karena sahabat, kecewa karena kekasih, dsb. Karena dengan hadirnya kekecewaan itu sendiri, otomatis akan muncul kesedihan. Bila kesedihan ini sudah muncul, maka adanya kebahagiaan akan terasa indah, kebahagiaan akan dapat selalu disyukuri, kebahagiaan akan menjadi sangat bernilai harganya, dan tentunya kekuatan kebahagiaan itu sendiri dapat digunakan untuk menebar kasih kepada sesama. Indah bukan?

Kekecewaan bukanlah penghambat. Justru, kekecewaan bila disikapi secara bijak maka akan mendewasakan diri secara otomatis. Setidaknya, lebih berhati hati dalam berucap, dalam bertindak, dan dalam mengontrol emosi diri. At least, hadirnya kekecewaan seharusnya disyukuri. Karena telah membuka sisi kehidupan yang lain dan juga membuka cara pandang yang baru.

Kekecewaan tak perlu lagi dihubungkan dengan kesedihan. Karena sebenarnya, kekecewaan adalah langkah awal untuk mendewasakan diri dan mencintai diri sendiri, demi kemajuan diri sendiri.


Jangan lupa bahagia! Love yourself ;)